Selasa, 17 Mei 2011

Tulisan Perekonomian Indonesia Ke-2

KONTRIBUSI UMKM TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

            Peran UKM terhadap penciptaan PDB nasional pada tahun 2007, menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp 2.121,31 triliun atau 53,60 persen dari total PDB nasional, mengalami perkembangan sebesar Rp 335,09 triliun atau 18,76 persen dibanding tahun 2006. Kontribusi UK tercatat sebesar Rp 1.496,25 triliun atau 37,81 persen dan UM sebesar Rp 625,06 triliun atau 15,79 persen, selebihnya UB yaitu Rp 1.836,09 triliun atau 46,40 persen.
            Peran UKM terhadap pembentukan total nilai ekspor nasional tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar Rp 20,51 triliun atau 16,77 persen yaitu dengan tercapainya angka sebesar Rp 142,82 triliun atau 16,03 persen dari total nilai ekspor nasional. Kontribusi UK tercatat sebesar Rp 35,51 triliun atau 3,99 persen dan UM sebesar Rp 107,31 triliun atau 12,05 persen, selebihnya adalah UB.
            Pada tahun 2007, UKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 91.752.318 orang atau 97,33 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, jumlah ini meningkat sebesar 2,46 persen atau 2.204.556 orang dibanding tahun 2006. Kontribusi UK tercatat sebanyak 87.032.313 orang atau 92,32 persen dan UM sebanyak 4.720.005 orang atau 5,01 persen.
            Pada tahun 2007, peran UKM terhadap pembentukan investasi nasional mengalami peningkatan sebasar Rp 91,39 triliun atau 24,66 persen menjadi Rp 462,01 triliun. Kontribusi UK tercatat sebesar Rp 204,81 triliun atau 20,82 persen, sedangkan UM sebesar Rp 257,20 triliun atau 26,14 persen dan selebihnya adalah UB.
Pengalaman Indonesia selama tiga puluh tahun kebelakang terutama pada tujuh tahun terakhir, memberikan informasi dan sekaligus pelajaran berharga bagi kita, bahwa pada masa lalu runtuhnya perekonomian Indonesia ternyata sebagai akibat dari kekurang mampuan pengambil keputusan di pemerintahan Indonesia saat itu dalam merespon berbagai isu kritis. Pada saat itu perekonomian Indonesia hanya bertumpu pada beberapa usaha skala besar (konglomerat). Oleh karena itu, respon yang cepat dan tepat terutama oleh pihak pemerintah terhadap isu kritis yang selalu menghantui kegiatan perekonomian tersebut, akan sangat bermanfaat bagi kemungkinan ketahanan dan sekaligus keamanan perekonomian Indonesia di masa mendatan. [Suhendar Sulaeman, 2004]
            Kebijakan pemerintah untuk memberikan kesempatan yang sama kepada kegiatan usaha kecil dan menengah (UMKM) untuk dapat maju dan berkembang sesuai dengan kapasitasnya, merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi ketahanan dan keamanan perekonomian Indonesia di masa mendatang. Ini artinya bahwa UMKM harus dapat tumbuh dengan baik, sehingga masalah mengenai pengangguran, rendahnya minat investasi dan ekonomi biaya tinggi dapat berkurang secara nyata.

Sabtu, 14 Mei 2011

Tulisan Perekonomian Indonesia Ke-1

PERKEMBANGAN KARTU PLASTIK DI INDONESIA

     Kartu plastik adalah kartu yang diterbitkan oleh bank atau perusahaan tertentu yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran atas transaksi barang atau jasa atau juga dapat menjamin keabsahan cek yang dikeluarkan di samping untuk melakukan penarikan uang tunai.
     Penggunaan kartu plastik di Indonesia dapat dikatakan masih ralatif baru, namun sudah sangat luas digunakan sebagai instrumen pembayaran sejak memasuki dekade 1980-an. Terutama setelah deregulasi 20 Desember 1988 dimana bisnis kartu kredit ini digolongkan sebagai kelompok usaha jasa pembiayaan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988. Citibank dan Bank Duta (merger dengan Bank Danamon) dapat dikatakan sebagai bank yang cukup berperan dalam memelopori pengembangan atau pemasyarakatan penggunaan kartu plastik di Indonesia dengan menerbitkan Visa dan Master Card kemudian diikuti oleh beberapa bank yang bertindak sebagai penerbit atau pengelola kartu plastik tersebut. Jenis kartu plastik yang telah beredar dan dapat digunakan oleh masyarakat sebagai alat pembayaran saat ini di Indonesia disamping Visa dan Master Card adalah Amex Card, International Diners, BCA Card, Procard, Exim Card, Duta Card, Kassa Card dan beberapa kartu lainnya yang diterbitkan oleh bank-bank. Umumnya kartu plastik tersebut dikeluarkan oleh bank-bank umum dan perusahaan pembiayaan. Penerbitan kartu plastik oleh bank harus melalui prosedur yang diatur oleh Bank Indonesia. Sedangkan izin penerbitan kartu plastik oleh perusahaan pembiayaan diberikan Departemen Keuangan, misalnya Diners Card oleh PT Diners Jaya Indonesia Internasional dan Kassa Card oleh PT Kassa Multi Finance.

Minggu, 08 Mei 2011

Tugas Perekonomian Indonesia Minggu Ke-13

Nama   : Rachmatia Yudha Ningsih
NPM   : 29210317
Kelas   : 1EB18

UTANG LUAR NEGERI INDONESIA

Bank Indonesia (BI) mengatakan bahwa utang luar negeri Indonesia per Maret 2010 mencapai 180,7 miliar dolar AS atau naik sekitar 2 miliar dolar dibanding per Februari senilai 178,5 miliar dolar AS. Utang tersebut terdiri dari:
·      Pinjaman pemerintah sebesar 95,1 miliar dolar AS.
·      Bank Indonesia (BI) sebesar 10,5 miliar dolar AS.
·      Swasta sebesar 75,1 miliar dolar AS.
o  Utang bank mencapai 10,2 miliar dolar AS.
o  Utang non bank senilai 64,9 miliar dolar AS.
Utang swasta tidak mengalami perubahan dengan Februari yang masih tetap di angka Rp75,1 miliar dolar, sedangkan utang pemerintah BI per Februari 103,4 miliar dolar AS dan Maret 2010 menjadi 105,6 miliar dolar AS.
Berdasarkan data kementerian keuangan rasio utang terhadap GDP per 2009 sebesar 29-30 persen dan pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 30 persen.
Rasio ini lebih rendah dibandingkan dengan negara maju lainnya, seperti AS 87 persen dan pada 2010 diperkirakan 99,30 persen, sedangkan Jepang saja pada 2009 rasio utangnya sebesar 216,50 persen dan 2010 diperkirakan 223,40 persen.
Daftar Negara/Lembaga Kreditor Utang Luar Negeri terbesar Indonesia
1.    Jepang
45,5% atau 29.8 miliar USD* atau Rp 358 triliun
2.    ADB (Asian Development Bank)
16,4% atau 10.8 miliar USD atau Rp 129 triliun
3.    World Bank (Bank Dunia)
13.6% atau 8.9 miliar USD atau Rp 107 triliun
4.    Jerman
4.7% atau 3.1 miliar USD atau Rp 37 triliun
5.    Amerika Serikat
3.7% atau 2.3 miliar USD atau Rp 28 triliun
6.    Inggris
1.7% atau 1.1 miliar USD atau Rp 13 triliun
7.    Negara/lembaga lain
14.6% atau 9.6 miliar USD atau Rp 115 triliun

Data Utang Luar Negeri Indonesia (2001-2009** )
·      2001 :  58,791 miliar USD
Tambahan Utang (5,51 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (4,24 miliar USD)
·      2002 :  63,763 miliar USD
Tambahan Utang (5,65 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (4,57 miliar USD)
·      2003 :  68,914 miliar USD
Tambahan Utang (5,22  miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (4.96 miliar USD)
·      2004 :  68,575 miliar USD
Tambahan Utang (2,60 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (5,22 miliar USD)
·      2005 :  63,094 miliar USD
Tambahan Utang (5,54  miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (5,63 miliar USD)
·      2006 :  62,02 miliar USD
Tambahan Utang (3,66  miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (5,79 miliar USD)
·      2007 :  62,25 miliar USD
Tambahan Utang (4.01 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (6,32 miliar USD)
·      2008 :  65,446 miliar USD
Tambahan Utang (3,89  miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (5,87 miliar USD)
·      2009 : 65,7 miliar USD
Cicilan utang + Bunga (>5 miliar USD)

Dengan 1 USD = Rp 12.000 (asumsi rata-rata) -
** Data Utang Indonesia per 31 Januari 2009. www.dmo.or.id

Tugas Perekonomian Indonesia Minggu Ke-12

Nama  : Rachmatia Yudha Ningsih
NPM   : 29210317
Kelas   : 1EB18

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN EKSPOR YANG DILAKUKAN PEMERINTAH UNTUK MENANGGULANGI KONDISI EKONOMI SAAT INI

Perekonomian yang terjadi saat ini mengacu pada perekonomian terbuka, dimana dalam kondisi ini setiap negara melakukan perdagangan antar negara atau perdagangan internasional. Tujuan dari suatu negara melakukan perdagangan internasionl adalah peningkatan welfare atau kemakmuran dari negara tersebut yang diindikasikan dengan meningkatnya GDP (Gross domestic Products), meningkatnya industrialisasi, kemajuan transportasi, dan usaha pengembangan kearah globalisasi.
Salah satu kebijakan pemerintah dalam menanggulangi masalah ekonomi saat ini ialah mendorong kegiatan ekspor. Kegiatan ekspor dapat mendatangkan untung yang cukup besar bagi negara, oleh karena itu pemerintah harus berusaha meningkatkan penghasilan penduduk dan meminta kreatifitas penduduk agar bisa memproduksi barang-barang untuk di ekspor ke luar negeri. Beberapa manfaat dari kegiatan ekspor, yaitu :
1.    Dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.    Meningkatkan perekonomian rakyat.
3.    Mendorong berkembangnya kegiatan industri
4.    Memperluas Pasar bagi Produk Indonesia
Kegiatan ekspor merupakan salah satu cara untuk memasarkan produk Indonesia ke luar negeri. Misalnya, pakaian batik merupakan salah satu produk Indonesia yang mulai dikenal oleh masyarakat dunia. Apabila permintaan terhadap pakaian batik buatan Indonesia semakin meningkat, pendapatan para produsen batik semakin besar. Dengan demikian, kegiatan produksi batik di Indonesia akan semakin berkembang.
5.    Menambah Devisa Negara
Perdagangan antarnegara memungkinkan eksportir Indonesia untuk menjual barang kepada masyarakat luar negeri. Transaksi ini dapat menambah penerimaan devisa negara. Dengan demikian, kekayaan negara bertambah karena devisa merupakan salah satu sumber penerimaan negara.
6.    Memperluas Lapangan Kerja
Kegiatan ekspor akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat. Dengan semakin luasnya pasar bagi produk Indonesia, kegiatan produksi di dalam negeri akan meningkat. Semakin banyak pula tenaga kerja yang dibutuhkan sehingga lapangan kerja semakin luas.

Perkembangan Ekspor Indonesia
·    Nilai ekspor Indonesia September 2009 mencapai US$9,83 miliar atau mengalami penurunan sebesar 6,75 persen dibanding ekspor Agustus 2009. Sementara bila dibanding September 2008 mengalami penurunan sebesar 19,92 persen.
·     Ekspor nonmigas September 2009 mencapai US$8,13 miliar, turun 8,58 persen dibanding Agustus 2009 sedangkan dibanding ekspor September 2008 menurun 17,25 persen.
·     Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-September 2009 mencapai US$80,13 miliar atau menurun 25,57 persen dibanding periode yang sama tahun 2008, sementara ekspor nonmigas mencapai US$68,11 miliar atau menurun 18,21 persen.
·    Penurunan ekspor nonmigas terbesar September 2009 terjadi pada lemak & minyak hewan/nabati sebesar US$417,7 juta, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam sebesar US$207,5 juta.
·    Ekspor nonmigas ke Jepang September 2009 mencapai angka terbesar yaitu US$1,09 milyar, disusul Amerika Serikat US$850,4 juta dan Cina US$704,3 juta, dengan kontribusi ketiganya mencapai 32,51 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa ( 27 negara ) sebesar US$1,11 miliar.
·    Menurut sektor, ekspor hasil industri periode Januari-September 2009 turun sebesar 25,46 persen dibanding periode yang sama tahun 2008, demikian juga ekspor hasil pertanian 10,72 persen, sebaliknya ekspor hasil tambang dan lainnya naik sebesar 25,46 persen

Kamis, 28 April 2011

Tugas Perekonomian Indonesia Minggu Ke-9


Nama   : Rachmatia Yudha Ningsih
NPM   : 29210317
Kelas   : 1EB18

SEKTOR INDUSTRI

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, sembilan sektor ekonomi yang menunjukkan nilai tambah bruto dalam PDB dari yang terbesar hingga yang terkecil berdasarkan harga berlaku triwulan pertama 2010, yaitu:
1.      Sektor industri pengolahan sebesar Rp. 380,9 triliun.
2.      Sektor pertanian sebesar Rp. 239,4 triliun.
3.      Sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 208,0 triliun.
4.      Sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp. 168,1 triliun.
5.      Sektor konstruksi sebesar Rp. 150,4 triliun.
6.      Sektor jasa-jasa sebesar Rp. 139,2 triliun.
7.      Sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan sebesar Rp. 107,6 triliun.
8.      Sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. 93,4 triliun.
9.      Sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp. 11,7 triliun.

Perhitungan atas dasar harga konstan 2010, sembilan sektor ekonomi memberikan nilai tambah bruto berturut-turut, yaitu:
1.      Sektor industri pengolahan sebesar Rp. 143,7 triliun.
2.      Sektor perdagangan, hotel dan restoran Rp. 95,9 triliun.
3.      Sektor pertanian Rp. 76,0 triliun.
4.      Sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan Rp. 54,3 triliun.
5.      Sektor jasa-jasa Rp. 52,3 triliun.
6.      Sektor pengangkutan dan komunikasi Rp. 50,7 triliun.
7.      Sektor pertambangan dan penggalian Rp. 45,0 triliun.
8.      Sektor konstruksi Rp. 35,9 triliun.
9.      Sektor listrik, gas dan air bersih Rp. 4,3 triliun.

Peran sektor industri dalam pembangunan perekonomian Indonesia adalah untuk memberikan nilai tambah faktor-faktor produksi. Pada dasarnya peranan sektor industri dalam pembangunan ini dikembangkan menjadi strategi industrialisasi yang meliputi strategi industri subtitusi impor (SISI) atau import subtitution dan strategi industri promosi ekspor (SIPE) atau eksport promotion. Di Indonesia industri dibagi menjadi empat kelompok, yaitu industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri rumah tangga. Pengelompokan ini didasarkan pada banyaknya tenaga kerja yang terlibat didalamnya, tanpa memperhatikan industri yang digunakan.

Rabu, 06 April 2011

Tugas Perekonomian Indonesia Minggu Ke-8

Nama  : Rachmatia Yudha Ningsih
NPM   : 29210317
Kelas   : 1EB18

SEKTOR PERTANIAN

PERANAN SEKTOR PERTANIAN
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki daratan yang sangat luas sehingga mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah pada sektor pertanian. Pertanian dapat dilihat sebagai suatu yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut:
·      Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di bidang pertanian, baik dari sisi permintaan maupun penawaran sebagai sumber bahan bakubagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur dan perdagangan.
·      Pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor lainnya.
·      Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya.
·      Sebagai sumber penting bagi surplus perdagangan (sumber devisa).

Kontibusi terhadap kesempatan kerja
Di suatu Negara besar seperti Indonesia, di mana ekonomi dalam negerinya masih di dominasi oleh ekonomi pedesaan sebagian besar dari jumlah penduduknya atau jumlah tenaga kerjanya bekerja di pertanian. Di Indonesia daya serap sektor tersebut pada tahun 2000 mencapai 40,7 juta lebih. Jauh lebih besar dari sector manufaktur. Ini berarti sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi.
Kalau dilihat pola perubahan kesempatan kerja di pertanian dan industri manufaktur, pangsa kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan suatu pertumbuhan tren yang menurun, sedangkan di sektor kedua meningkat. Perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan yang di prediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi dari suatu proses pembangunan ekonomi jangka panjang, yaitu bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin kecil peran dari sektor primer, yakni pertambangan dan pertanian, dan semakin besar peran dari sektor sekunder, seperti manufaktur dan sektor-sektor tersier di bidang ekonomi. Namun semakin besar peran tidak langsung dari sektor pertanian, yakni sebagai pemasok bahan baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.

Kontribusi devisa
Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap impor atas komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah.
Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari sektor pertanian terhadap pasar dan industri domestik bisa tidak besar karena sebagian besar produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan pasar dan industri domestik disuplai oleh produk-produk impor. Artinya peningkatan ekspor pertanian bisa berakibat negatif terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau sebaliknya usaha memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu faktor penghambat bagi pertumbuhan ekspor pertanian. Untuk mengatasinya ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menambah kapasitas produksi dan meningkatkan daya saing produknya. Namun bagi banyak Negara agraris, termasuk Indonesia melaksanakan dua pekerjaan ini tidak mudah terutama karena keterbatasan teknologi, SDM, dan modal.

Kontribusi terhadap produktivitas
Banyak orang memperkirakan bahwa dengan laju pertumbuhan penduduk di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara lahan-lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan pertanian semakin sempit, maka pada suatu saat dunia akan mengalami krisis pangan (kekurangan stok), seperti juga diprediksi oleh teori Malthus. Namun keterbatasan stok pangan bisa diakibatkan oleh dua hal: karena volume produksi yang rendah (yang disebabkan oleh faktor cuaca atau lainnya), sementara permintaan besar karena jumlah penduduk dunia bertambah terus atau akibat distribusi yang tidak merata ke sluruh dunia.
Mungkin sudah merupakan evolusi alamiah seiring dengan proses industrialisasi dimana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian relatif menurun, sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor skunder lainnya, dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti ini juga terjadi di Indonesia. Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan PDB bukan berarti bahwa volume produksi berkurang (pertumbuhan negatif). Tetapi laju pertumbuhan outputnya lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan output di sektor-sektor lain.
Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk swasembada dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor eksternal maupun internal. Satu-satunya faktor eksternal yang tidak bisa dipengaruhi oleh manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan teknologi saat ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa diminimalisir. Dalam penelitian empiris, faktor iklim biasanya dilihat dalam bentuk banyaknya curah hujan (millimeter). Curah hujan mempengaruhi pola produksi, pola panen, dan proses pertumbuhan tanaman. Sedangkan faktor-faktor internal, di antaranya luas lahan, bibit, berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL), pestisida, ketersediaan dan kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah dan kualitas tenaga kerja (SDM), K, dan T. Kombinasi dari faktor-faktor tersebut dalam tingkat keterkaitan yang optimal akan menentukan tingkat produktivitas lahan (jumlah produksi per hektar) maupun manusia (jumlah produk per L/petani). Saat ini Indonesia, terutama pada sektor pertanian (beras) belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi untuk menigkatkan produktivitas pertanian. 
Ada beberapa faktor yang bisa diungkapkan bahwa sektor pertanian menjadi penting dalam proses pembangunan, yaitu :
1.    Sektor pertanian menghasilkan produk yang diperlukan sebagai input sektor lain, terutama sektor industri (Agroindustri).
2.    Sebagai negara agraris populasi disektor pertanian (pedesaan) membentuk proporsi yang sangat besar. Hal ini menjadi pasar yang sangat besar bagi produk- produk dalam negeri terutama produk pangan. Sejalan dengan itu ketahanan pangan yang terjamin merupakan prasyarat kestabilan sosial dan politik.
3.    Sektor pertanian merupakan sumber daya alam yang memiliki keunggulan komparatif dibanding negara lain. Proses pembangunan yang ideal mampu menghasilkan produk- produk pertanian yang memiliki keunggulan komperatif baik untuk kepentingan ekspor maupun substitusi impor.

SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA
Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan perekonomian nasional dan patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi karena sektor pertanian menjadi tumpuan hidup (pekerjaan primer) bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Sekurang-kurangnya 44% dari jumlah tenaga kerja pada tahun 2002 yang bekerja disektor pertanian. Sektor pertanian juga menjadi sumber pangan publik. Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan masalah yang sangat serius karena jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar (lebih dari 200 juta jiwa) kebutuhan pasokan pangan menjadi sangat besar pula. Ketergantungan Negara kita kepada impor bahan pangan masih cukup tinggi. Sebagai contoh, pada tahun 1998 indonesia masih mengimpor beras sebesar Rp 7,518 triliun (BPS, 1999). Produksi kacang kedelai pada tahun 2003 sebesar 672,37 ton, sedangkan kebutuhannya sebesar 1951 ton, hal ini berarti sebesar 1278 ton harus diimpor. Fenomena ini menunjukkan Indonesia sebagai negara agraris tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat dari hasil pertaniannya. Sejarah pembangunan Indonesia menunjukkan bahwa masalah keamanan pangan sangat erat kaitannya dengan stabilitas ekonomi (khususnya inflasi), biaya hidup dan stabilitas sosial politik nasional.
Sektor pertanian juga menempati posisi penting sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto dan penyumbang devisa yang relatif besar dan cukup lentur dalam menghadapi gejolak moneter dan krisis ekonomi, oleh karena produksinya berbasis pada sumber daya domestik maka ekspor produk pertanian relatif lebih tangguh dan relatif stabil dengan penerimaan ekspor yang meningkat pada saat terjadi krisis ekonomi. Lebih dari itu sektor pertanian memiliki keunggulan khas dari sektorsektor lain dalam perekonomian, antara lain, produksi pertanian berbasis pada sumber daya domestik, kandungan impornya rendah dan relatif lebih tangguh menghadapi gejolak perekonomian eksternal, dengan demikian upaya mempertahankan dan meningkatkan peranan sektor pertanian merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan ketahanan ekonomi. Hal ini terbukti dari fakta empiris, disaat Indonesia menghadapi krisis dan secara nasional mengalami laju pertumbuhan ekonomi negatif yaitu berkisar -13,6% menurut perhitungan BPS pada tahun 1998 , hanya sektor pertanian yang tumbuh positif yaitu 5,32% pada triwulan I tahun 1998.
Pertumbuhan tahun 2011 sektor pertanian masih akan turun dibanding 2009 yang mencapai 4 persen. Pada 2010 mencapai 2,9 persen, tahun ini diperkirakan tumbuh 2,7 - 3,2 persen dan 2012 antara 3,1 - 3,6 persen. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2011 mencapai 6,0 - 6,5 persen dan 6,1 - 6,6 persen pada 2012 yang didorong kuatnya investasi dan konsumsi rumah tangga serta didukung kinerja eksternal yang solid, sehingga neraca pembayaran masih akan mencatat surplus yang cukup besar. Dengan tingginya inflasi akibat naiknya harga bahan pangan seharusnya Pemerintah mendorong pertumbuhan sektor pertanian untuk meningkatkan produksi pangan sehingga bisa menurunkan inflasi yang bersumber dari volatile foods.

NILAI TUKAR PETANI
Nilai Tukar Petani (NTP) dianggap sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani. Hal ini dikarenakan NTP mencerminkan nilai harga yang diterima petani yang dibandingkan dengan nilai harga yang harus dibayarkannya untuk memenuhi kebutuhannya (baik produksi maupun kebutuhan sehari-hari). Dari kurun waktu 2004 – 2006, hanya terdapat dua bulan dimana NTP berada di bawah 100, yaitu bulan Nopember dan Desember 2005 yang nilainya masing-masing 99,5 dan 98,7. Nilai ini mengindikasikan bahwa pada kedua bulan tersebut, nilai yang harus dibayar petani lebih besar daripada nilai harga yang diterimanya. Dari nilai tersebut, berarti baru sekitar 98 – 99 persen dari jumlah kebutuhan/pengeluaran yang dapat dipenuhi dari total penerimaan petani tersebut. 
Beberapa fungsi atau kegunaan nilai tukar petani antara lain:
1.    Berdasarkan sektor konsumsi rumah tangga dalam indeks harga yang dibayar petani, dapat dilihat fluktusi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat.
2.    Berdasarkan indeks harga yang diterima petani dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini dipakai sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian.
3.    Nilai tukar petani berguna untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam memproduksi. Dengan demikian NTP dapat dipakai sebagai salah satu indikator dalam menilai kesejahteraan petani

INVESTASI DI SEKTOR PERTANIAN
Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Ada empat alasan, yaitu:
·      Pertama, Indonesia merupakan negara berkembang yang masih relatif tertinggal dalam penguasaan Iptek muktahir serta masih menghadapi kendala keterbatasan modal, jelas belum memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) pada sektor ekonomi yang berbasis Iptek dan padat modal. Oleh karena itu pembangunan ekonomi Indonesia sudah selayaknya dititikberatkan pada pembangunan sektor-sektor ekonomi yang berbasis pada sumberdaya alam, padat tenaga kerja, dan berorientasi pada pasar domestik. Dalam hal ini, sektor pertanianlah yang paling memenuhi persyaratan.
·      Kedua, menurut proyeksi penduduk yang dilakukan oleh BPS penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 228-248 juta jiwa pada tahun 2008-2015. Kondisi ini merupakan tantangan berat sekaligus potensi yang sangat besar, baik dilihat dari sisi penawaran produk (produksi) maupun dari sisi permintaan produk (pasar) khususnya yang terkait dengan kebutuhan pangan. Selain itu ketersedian sumber daya alam berupa lahan dengan kondisi agroklimat yang cukup potensial untuk dieksplorasi dan dikembangkan sebagai usaha pertanian produktif merupakan daya tarik tersendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya.
·      Ketiga, walaupun kontribusi sektor pertanian bagi output nasional masih relatif kecil dibandingkan sektor lainnya yakni hanya sekitar 12,9 persen pada tahun 2006 namun sektor pertanian tetap merupakan salah satu sumber pertumbuhan output nasional yang penting. Berdasarkan data BPS, pada Bulan Februari 2007 tercatat sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar, yakni sekitar 44 persen.
·      Keempat, sektor pertanian memiliki karakteristik yang unik khususnya dalam hal ketahanan sektor ini terhadap guncangan struktural dari perekonomian makro (Simatupang dan Dermoredjo, 2003 dalam Irawan, 2006). Hal ini ditunjukkan oleh fenomena dimana sektor ini tetap mampu tumbuh positif pada saat puncak krisis ekonomi sementara sektor ekonomi lainnya mengalami kontraksi. Saat kondisi parah dimana terjadi resesi dengan pertumbuhan PDB negatif sepanjang triwulan pertama 1998 sampai triwulan pertama 1999, nampak bahwa sektor pertanian tetap bisa tumbuh dimana pada triwulan 1 dan triwulan 3 tahun 1998 pertumbuhan sektor pertanian masing-masing 11,2 persen, sedangkan pada triwulan 1 tahun 1999 tumbuh 17,5 persen. Adapun umumnya sektor nonpertanian pada periode krisis ekonomi yang parah tersebut pertumbuhannya adalah negatif .

KETERKAITAN PERTANIAN DENGAN INDUSTRI MANUFAKTUR
Salah satu penyebab krisis ekonomi adalah kesalahan industrialisasi yang tidak berbasis pertanian. Alasan sektor pertanian harus kuat dalam proses industrialisasi:
·      Sektor pertanian kuat pangan terjamin tdk ada lapar, kondisi sospol stabil.
·      Sudut Permintaanè Sektor pertanian kuatè pendapatan riil perkapita naikè permintaan oleh petani terhadap produk industri manufaktur naik berarti industri manufaktur berkembang dan output industri menjadi input sektor pertanian.
·      Sudut Penawaranè permintaan produk pertanian sebagi bahan baku oleh industri manufaktur.
·      Kelebihan output sektor pertanian digunakan sebagi sebuah investasi sektor industri manufaktur seperti industri kecil dipedesaan.